BandungOke – Dalam musim pengembaraan sepanjang tahun 2025, Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung Wanadri mengadakan tiga moda ekspedisi yaitu panjat tebing, ekspedisi sungai, dan penjelajahan laut menggunakan kayak.
“Di Wanadri, istilahnya ini musim pengembaraan. Semua anggota yang tergabung dalam ekspedisi bergerak ke luar daerah untuk menjalankan misi penelitian dan pengabdian,” kata Ketua Ekspedisi Wanadri 2025, Yoppi Rikson Saragih. Sabtu (19/4/2025)
Menurut Yoppi, sebanyak 50 peserta yang dilepas secara resmi dari Pendopo Balai Kota Bandung untuk mengikuti rangkaian Ekspedisi Wanadri 2025 ini. Pengembaraan ini merupakan sebuah tradisi tahunan Wanadri, di mana anggotanya bergerak menjelajah ke berbagai penjuru nusantara demi misi ilmu pengetahuan, pelestarian lingkungan, dan pengabdian kepada Tanah Air.
“Ada tiga moda ekspedisi dijalankan tahun ini, yaitu panjat tebing, ekspedisi sungai, dan penjelajahan laut menggunakan kayak. Masing-masing ekspedisi disiapkan dengan detail dan melibatkan kolaborasi antar disiplin ilmu dan komunitas,” katanya.
Ekspedisi panjat tebing berlangsung dari 20 April hingga 20 Mei di Tebing Kaku Mahu setinggi 700 meter. Sementara ekspedisi Sungai Kayan di Kalimantan Utara dimulai Juni hingga Juli. Di sana, tim akan menggunakan tiga jenis perahu: kayak kecil, perahu karet biasa, dan perahu karet lower.
“Namun misi terbesar tahun ini dilakukan di Pulau Buru, Maluku, yang akan dijelajahi dari September hingga Oktober. Di pulau bersejarah tersebut, tim kayak laut akan mengelilingi pulau sejauh 450 kilometer.
Selain itu, tim ekspedisi juga akan mendaki Gunung Kapalatmada dengan ketiginggian 2.700 meter di atas permukaan laut, dan disebut sebagai puncak yang belum pernah didaki sebelumnya.
“Kami juga mengirim dua pendaki untuk mengikuti program pendakian gunung es, bagian dari proyek 14 puncak dunia dengan ketinggian di atas 14.000 mdpl. Ini merupakan kelanjutan dari kesuksesan program Seven Summit sebelumnya,” jelas Yoppi.
Yoppi menegaskan, Ekspedisi Pulau Buru bukan sekadar penjelajahan alam. Tim bekerja sama dengan para peneliti dari Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran (Unpad) dan komunitas pecinta alam Mahatva untuk melakukan penelitian terhadap tanaman lokal yang tahan terhadap perubahan iklim dan naiknya muka air laut.
“Selain penelitian, kami juga akan menanam mangrove dan melakukan konservasi terumbu karang. Sebelum penanaman, masyarakat dilatih menyelam, disertifikasi, dan ikut serta menanam karang bersama kami. Setelah kami kembali ke Jakarta, mereka yang akan merawat ekosistem itu,” terang Yoppi.
Yoppi menekankan, aspek sosial juga menjadi perhatian utama. Tim ekspedisi akan mengidentifikasi daerah-daerah yang kekurangan air bersih dan membantu masyarakat memperoleh akses air layak demi mendukung upaya sanitasi dan penanggulangan stunting.
“Ini bukan hanya pembinaan fisik atau pendakian semata, tapi upaya menghadirkan nilai tambah bagi masyarakat di setiap jalur ekspedisi yang kami lalui,” ujar Yoppi.
Sementara itu, Salah satu anggota muda Wanadri, Putri Selita Firdaus, tergabung dalam tim kayak laut Pulau Buru. Bergabung sejak 2022 dalam angkatan Dasasara, Putri mengaku persiapan untuk ekspedisi sangat kompleks, mulai dari pelatihan teknik mendayung, pengenalan mangrove, hingga mitigasi jika bertemu buaya.
“Pulau Buru masih banyak buayanya karena hutan mangrovenya masih bagus. Jadi selain fisik, mental juga harus disiapkan. Kita enggak tahu akan bertemu gelombang seberapa besar atau apakah akan bertemu buaya atau tidak,” ujar Putri.
Selain aspek alam, timnya juga menelusuri sisi budaya masyarakat pesisir Pulau Buru, termasuk pengaruh sejarah masa lalu, seperti keberadaan eks tahanan politik yang banyak bermukim di sana.
“Kami ingin mendokumentasikan akulturasi budaya asli Pulau Buru dengan budaya luar. Tidak semua kebudayaan di sana terekspos, jadi penting untuk ditulis secara ilmiah populer,” ujarnya.
Seperti diketahui adapun total peserta ekspedisi tahun ini mencapai 50 orang. Terdiri dari 9 peserta untuk panjat tebing, 15 untuk kayak laut, 15 peneliti, 2 pendaki gunung es, dan 15 peserta ekspedisi Sungai Kayan.***