BandungOke – Suara peluit dan deru lokomotif kembali menjadi irama libur panjang masyarakat Jawa Barat. Libur Kenaikan Isa Almasih kali ini membawa lebih dari 123.000 pelanggan meninggalkan Kota Bandung dan sekitarnya menggunakan kereta api, menandai lonjakan minat terhadap moda transportasi yang dulu dianggap tradisional namun kini justru menjadi pilihan modern.
Dalam rentang waktu 28 Mei hingga 2 Juni 2025, PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 2 Bandung mencatat data keberangkatan yang tak biasa. Ratusan ribu orang memilih kereta sebagai sarana mobilitas mereka.
Di balik angka itu, tersembunyi narasi tentang perubahan preferensi, kepercayaan publik, dan harapan akan kenyamanan serta ketepatan waktu.
“Antusiasme masyarakat sangat tinggi. Kami melihat tren positif ini sebagai bentuk kepercayaan terhadap pelayanan kami,” ujar Kuswardojo, Manager Humasda KAI Daop 2 Bandung. Selasa (3/6/2025)
Lebih dari Sekadar Transportasi
Kereta api, yang dulu dianggap lambat dan penuh sesak, kini tampil dalam wajah berbeda. Penambahan kereta seperti KA Lodaya Tambahan dan KA Argo Parahyangan Fakultatif menjadi bukti bahwa KAI tak sekadar menjual tiket, melainkan pengalaman.
Bandung–Gambir, Bandung–Yogyakarta, hingga Bandung–Surabaya menjadi rute pilihan. Bukan hanya soal destinasi, tapi juga karena kereta memberi ruang lebih bagi interaksi, pemandangan, dan ketenangan yang tak didapatkan di moda lain.
“Libur ini saya bawa anak-anak ke Jogja naik kereta. Lebih rileks, lebih nyaman, dan mereka bisa melihat pemandangan,” ungkap Dini (41) salah satu penumpang KA Lodaya.
Wajah Baru Stasiun dan Harapan Baru Masyarakat
Data keberangkatan menunjukkan Stasiun Bandung dan Kiaracondong sebagai titik terpadat. Namun di balik keramaian itu, KAI juga melakukan berbagai upaya antisipatif: pengamanan jalur, pelayanan prima, hingga pengawasan operasional ekstra.
Apa yang terjadi selama libur panjang ini menjadi bukti bahwa masyarakat kini kembali melirik kereta bukan karena keterpaksaan, melainkan karena kepercayaan dan kepuasan.
“Kereta bukan lagi pilihan kedua. Bagi banyak orang, ini adalah pilihan utama,” tegas Kuswardojo.
Dengan pelayanan yang terus ditingkatkan, kereta api tak hanya menjadi alat transportasi, tetapi juga simbol perubahan budaya bepergian masyarakat urban Indonesia.***






