BandungOke – Di tengah aroma gurih sambal dadak dan gurame goreng yang mengepul hangat, sebuah percakapan serius terjadi di sebuah sudut rumah makan Cikawao, Bandung. Senin sore (9/6/2025), Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Jawa Barat, Sony F. Ferizal, duduk berhadapan dengan Ketua DPD Partai Gerindra Jawa Barat, H. Amir Mahpud.
Tapi ini bukan sekadar temu biasa. Di balik suasana santai, tersimpan keresahan yang menggumpal: media lokal kian kehilangan daya hidup, dan pemerintah seperti menutup mata. Turut hadir menyimak dan sesekali menanggapi anggota DPR RI Mulyadi, Wakil Wali Kota Bekasi Abdul Harris Bobihoe, serta anggota DPRD Jawa Barat, Prasetyowati.
“Pers itu bukan hanya penyampai berita,” ujar Sony, suara tegasnya menusuk tenang ruang diskusi. “Ia adalah mata dan telinga publik. Jika media lokal tidak didukung, maka suara rakyat pun akan teredam.” katanya. Minggu (9/6/2025)
Pernyataan itu bukan keluhan kosong. Di banyak daerah, media lokal kini terseok. Tak cukup iklan, tak kuat bersaing dengan arus informasi digital yang menggilas. Di sisi lain, perhatian pemerintah tak lebih dari basa-basi dalam pidato seremonial.
H. Amir mendengar dengan saksama. “Saya melihat ini sebagai kebutuhan demokrasi. Kami akan dorong agar ada regulasi atau program yang lebih berpihak kepada media lokal,” jawabnya, sembari menekankan perlunya pelatihan SDM dan insentif keberlangsungan operasional.
Di ruang itu, tak ada mikrofon atau kamera. Tapi isi diskusi lebih penting dari konferensi pers mana pun. Mulyadi, yang duduk di Komisi yang berkaitan langsung dengan kebijakan nasional, turut menegaskan bahwa pemerintah harusnya tidak sekadar mengatur pers tapi hadir sebagai mitra.
“Media lokal adalah mitra strategis pembangunan,” ujarnya. “Pemerintah semestinya memberi ruang, bukan menggerus eksistensi.” katanya.
Suasana Bandung sore itu seolah menggambarkan apa yang sedang terjadi pada dunia pers daerah: hangat di permukaan, tetapi dingin dalam perhatian. Tapi setidaknya, diskusi ini adalah sinyal: ada suara yang mulai didengar.
JMSI Jawa Barat tak tinggal diam. Dalam waktu dekat, organisasi ini akan menginisiasi forum lintas stakeholder. Bukan untuk curhat, tapi merumuskan langkah nyata: menyelamatkan media lokal dari kelumpuhan sunyi yang tak terlihat.
Jika media lokal mati pelan-pelan, siapa yang akan bicara atas nama rakyat kecil?
Siapa yang akan mengabarkan dari sudut-sudut desa yang tak dijangkau jurnalisme nasional? Ini bukan soal bisnis, ini tentang menjaga denyut demokrasi.
Dan hari itu, di sebuah rumah makan sederhana, setidaknya harapan itu hidup kembali. Walau pelan. Walau samar. Tapi cukup untuk menyalakan api kecil yang tak boleh padam.***






