BANDUNG.BandungOke.com – Janji pembangunan flyover Nurtanio yang semestinya menjadi solusi kemacetan di Bandung utara justru berubah menjadi sumber frustrasi baru.
Proyek yang berada di bawah wewenang pemerintah pusat itu terbengkalai sejak Desember 2024 dan belum menampakkan tanda-tanda kelanjutan. Wali Kota Bandung Muhammad Farhan pun bersuara lantang, menyebut kondisi ini sebagai cermin lemahnya komitmen pusat terhadap persoalan mobilitas di daerah.
“Ini proyek dari pemerintah pusat, tapi mangkraknya sudah enam bulan. Warga makin gerah, dan kami di pemerintah kota tidak punya kendali langsung atas proyek itu,” ujar Farhan dikutip Rabu (18/6/2025).
Dengan nada kecewa, Farhan menegaskan akan berangkat ke Jakarta pada Kamis (19/6) untuk menuntut kejelasan dari kementerian terkait. “Izinkan saya menghadap pemerintah pusat untuk bertanya: apakah akan diselesaikan atau tidak? Kalau iya, kapan?” katanya, retoris.
Kondisi lalu lintas di sekitar Jalan Nurtanio makin semrawut. Jalan yang sebelumnya sudah sempit kini makin tersendat akibat proyek yang terbengkalai. Bukan hanya pengguna jalan, warga sekitar pun terdampak secara sosial-ekonomi.
Bandung kerap dijuluki sebagai “kota termacet sedunia”, label yang menyakitkan tetapi tak bisa dibantah. Dengan kendaraan pribadi yang menembus angka 5,5 juta unit dan jumlah penduduk hanya sekitar 2,6 juta jiwa, tekanan terhadap sistem jalan perkotaan begitu luar biasa.
Namun, pembangunan infrastruktur justru tak sebanding dengan tingkat pertumbuhan kendaraan.
“Proyek seperti flyover Nurtanio adalah contoh konkret. Kalau proyek ini selesai tepat waktu, beban lalu lintas bisa dikurangi. Tapi nyatanya tidak,” ucap Farhan.
Farhan juga menyinggung bahwa masyarakat tidak peduli urusan siapa proyek itu. Yang mereka inginkan hanya satu: selesai dan bisa digunakan. “Bagi warga, semua itu tetap tanggung jawab pemerintah, apapun levelnya. Kalau macet, ya yang disalahkan tetap pemerintah kota,” tegasnya.
Ia pun mengakui bahwa komunikasi dengan pusat harus lebih proaktif. “Bandung butuh perhatian lebih dari pusat, bukan hanya dalam retorika, tapi dalam bentuk aksi konkret,” ujar Farhan.***






