Bandung, BandungOke, — Derenten yang kerap disebut Kebun Binatanga Bandung atau Bandung Zoo oleh warga Kota Kembang, kembali jadi panggung pertarungan tak kasatmata.
Bukan sekadar soal pengelolaan, tapi perebutan nilai, sejarah, dan identitas budaya Sunda. Di tengah kekisruhan yang belum reda, Angkatan Muda Siliwangi (AMS) angkat bicara dan mengambil sikap tegas!
“Kami punya kepentingan moral dan kultural untuk mempertahankan Kebun Binatang Bandung sebagai warisan sejarah dan budaya Sunda,” ujar Ketua PP AMS Rully H. Alfiady dalam pernyataannya yang diterima redaksi BandungOke, Sabtu (6/7/2025).
Rully menyebutkan, keberadaan Kebun Binatang Bandung sejak 1933 bukan hanya situs wisata. Ia adalah simpul budaya. Tempat botram (piknik bersama) keluarga, ruang hidup flora dan fauna khas Nusantara, hingga arena kegiatan seni beladiri pencak silat yang rutin digelar sejak dekade 1960-an.
Lebih jauh, kami keluarga besar AMS menyatakan dukungannya kepada keluarga besar Rd Ema Bratakusumah, pendiri Kebun Binatang Bandung yang juga tokoh silat legendaris di Tatar Sunda. “Kami berterima kasih kepada keluarga besar Rd Ema Bratakusumah yang telah memberikan kebanggaan pada warga Bandung dan Sunda atas berdirinya Kebun Binatang Bandung,” ucap Ruli. “Kami akan konsisten mendukung kekayaan sejarah Sunda untuk tetap berada dalam penguasaan orang Sunda.”
Ruli menyebut AMS bukan organisasi yang hanya sibuk dalam politik sesaat. “Kami membawa trisula AMS—Shalat, Silat, dan Siliwangi. Ini warisan filosofi kami yang telah hidup sejak kami masih bernama Jajaka Keansantang,” ungkapnya. Trisula itu, kata dia, mencerminkan tiga dimensi manusia Sunda: Iman, Ilmu, dan Amal.
Kebun Binatang Bandung bukan hanya tempat rekreasi. Ia adalah benteng eksistensial orang Sunda di tengah gempuran komersialisasi dan konflik kepentingan antar kelompok elit. “Jangan jadikan Kebun Binatang Bandung sebagai bancakan,” ujar seorang pengurus AMS Wilayah Bandung yang tak ingin disebut namanya. “Ada jejak silat, jejak spiritualitas, dan jejak kebudayaan di sana. Itu tak ternilai uang.”
Di masa lalu, Derenten adalah tempat ngariung masyarakat. Botram keluarga di akhir pekan, belajar mengenal hewan Nusantara, hingga melihat langsung pertunjukan silat tradisional. Kebun ini menyatu dengan denyut masyarakat Bandung.
Kini, ketika ada upaya alih kelola yang tak mengindahkan akar sejarah dan hak historis warga Sunda, AMS menyatakan tak akan tinggal diam. “Kami bukan sekadar organisasi. Kami adalah penjaga marwah Sunda,” tegas Rully.
AMS menyerukan agar Pemerintah Kota Bandung dan pihak-pihak terkait tidak melupakan hak historis dan hak kultural masyarakat Sunda terhadap Derenten. “Kota ini dibangun bukan dengan kekuasaan semata, tapi oleh nilai dan kebudayaan yang mengakar kuat. Jangan potong akarnya,” pungkas Ruli.***
