BANDUNG, BandungOke – Pemerintah kembali memamerkan proyek ambisius bertajuk pemberdayaan rakyat kecil. Kali ini lewat program distribusi 200 unit Becak Listrik (BLIST) kepada pengemudi becak lansia.
Proyek ini merupakan bagian dari 940 unit yang dipesan Presiden RI dan diproduksi oleh PT Eltran Indonesia, anak usaha PT Len Industri (Persero), Holding BUMN Pertahanan DEFEND ID.
Diserahkan langsung oleh Kepala Biro Sekretariat Presiden kepada Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan, BLIST diklaim sebagai simbol perubahan dan solusi inovatif.
Namun, benarkah motorisasi becak adalah jawaban atas kemiskinan struktural yang membelit para pengayuh tua di perkotaan?
Direktur Teknologi PT Len Industri, Amalia Maya Fitri, menyebut BLIST sebagai “simbol transformasi sosial” dan “inovasi yang berdampak.”
“Becak Listrik ini bukan sekadar kendaraan, tetapi simbol perubahan. Melalui dukungan teknologi dan pemberdayaan yang tepat sasaran, kami ingin menunjukkan bahwa transformasi sosial bisa berjalan seiring dengan inovasi industri,” ujar Amalia dikutip, Kamis (10/7/2025)
Sementara Direktur Utama Eltran Indonesia, Tuning Rudyati, menjanjikan bahwa BLIST “bukan sekadar alat transportasi, tapi harapan baru.” Katanya.
Pernyataan bernada optimis itu kontras dengan kenyataan di lapangan. Dari 940 unit yang dicanangkan, baru 260 unit yang terealisasi—60 unit di 2024 dan 200 unit pada 2025. Bahkan distribusi masih terbatas di sejumlah daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah, seperti Bangkalan, Batang, hingga Tegal.
Yang juga luput dari perbincangan resmi, bagaimana para pengemudi becak lansia akan mengakses suku cadang, mengisi ulang daya, atau merawat unit yang sepenuhnya bergantung pada teknologi listrik—di tengah kota-kota kecil yang bahkan belum merata jaringan kelistrikannya?
PT Len mengklaim produksi akan ditingkatkan hingga 2.000 unit per bulan, menggandeng UMKM. Tapi sejauh mana UMKM itu berdaya dalam sistem produksi yang masih tersentral pada BUMN? Dan lebih penting: adakah pengukuran dampak dari program semacam ini?
Lantas, berapa besar kenaikan pendapatan pengemudi becak setelah memakai BLIST? Atau, sekadar program gimik yang menukar pengayuh dengan baterai, tanpa mengubah nasib sosial mereka?
Presiden Prabowo Subianto dalam pernyataannya menekankan pentingnya “gotong royong” antara industri, pusat, dan daerah. Namun, tanpa evaluasi berbasis data dan pengawasan publik yang ketat, gotong royong ini bisa menjelma jadi jargon yang merias ketimpangan.
Dibutuhkan kebijakan redistributif, perlindungan sosial, dan model ekonomi yang berpihak pada akar rumput. Jika tidak, becak listrik hanya akan jadi etalase proyek populis dalam kemasan futuristik.***
Editor : Deny Surya






