Bandung, BandungOke.com — Pemerintah Kota Bandung tampaknya lebih sibuk menyambut para pelari ketimbang memikirkan dampak nyata di lapangan.
Menjelang pelaksanaan Pocari Sweat Run 2025 yang digelar akhir pekan ini, 19–20 Juli 2025, Pemkot menyatakan akan menjamin kenyamanan warga. Klaim besar ini disampaikan langsung oleh Wali Kota Muhammad Farhan, meski kenyataannya lalu lintas dipastikan terganggu dan akses warga terbatasi.
“Kepada seluruh penggemar lari, selamat datang dan selamat menikmati Kota Bandung. Mudah-mudahan lombanya sukses dan dapat pengalaman menyenangkan,” ucap Farhan, Jumat (18/7), dalam pernyataan yang lebih mirip promosi destinasi ketimbang tanggung jawab pemimpin kota.
Farhan mengajak warga yang tidak ikut lari untuk menjadi “tuan rumah yang baik”. Ironisnya, ia tidak menjelaskan bagaimana Pemkot akan menjamin kenyamanan warga yang aktivitas rutinnya terganggu akibat penutupan jalan. Sebagian besar jalan protokol bakal ditutup sementara selama event berlangsung.
“Kegiatan lari yang menyenangkan ini tidak akan mengganggu aktivitas rutin Anda di Sabtu dan Minggu pagi,” katanya. Sebuah janji yang terdengar manis, tapi sulit ditepati ketika akses warga dibatasi dan lalu lintas dialihkan.
Farhan bahkan menyematkan label promosi terselubung, “Bandung, kota paling enak buat lalarian.” Ucapan itu tentu menyejukkan bagi pelari, tapi menyisakan tanya bagi warga yang hanya bisa mengelus dada karena harus mencari jalan memutar di akhir pekan.
Pemkot mengklaim telah mengerahkan berbagai OPD mulai dari Dinas Pemuda dan Olahraga, Dinas Lingkungan Hidup, DSDABM, hingga DPMPTSP, untuk mengantisipasi dampak acara.
Tetapi koordinasi semacam itu lazim dilakukan, dan bukan jaminan bahwa efek macet, sampah, dan gangguan aktivitas warga bisa diminimalkan.
Rute alternatif dan kantong parkir memang telah disiapkan. Tapi apakah itu cukup? Sejumlah warga di media sosial mempertanyakan mengapa acara sebesar ini tak dilakukan di area tertutup atau suburban yang tidak mengganggu pusat kota.
Event ini akan dibuka pada Sabtu pagi di Balai Kota Bandung. Farhan menutup dengan pernyataan normatif: “Ini bukan sekadar lomba, tapi kerja bareng seluruh elemen kota.”
Sebuah frasa yang bisa berarti: warga harus menerima konsekuensi karena mereka bagian dari “kerja bareng” itu meski tidak semua dari mereka diundang untuk memilihnya.***
Editor : Deny Surya