BANDUNG. BandungOke.com — Budaya tutur dalam bentuk dongeng kembali mendapatkan panggung terhormat lewat Festival 101 Dongeng Sunda Wa Kepoh, yang digelar di Teater Tertutup Dago Tea House, Sabtu, 19 Juli 2025.
Di tengah derasnya arus digitalisasi, dongeng Sunda tampil sebagai penanda penting kearifan lokal yang patut terus diwariskan lintas generasi.
Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, yang hadir membuka acara, menegaskan pentingnya menjaga warisan budaya lisan seperti dongeng. Menurutnya, dongeng bukan sekadar hiburan masa kecil, tetapi juga sarana pendidikan karakter yang mengandung nilai-nilai luhur bangsa.
“Dongeng hidup dari tutur, dari imajinasi, dan dari kebijaksanaan lokal. Maka ketika dongeng dipublikasikan kembali, sejatinya kita sedang membangkitkan akar-akar kearifan Nusantara,” ujar Erwin.
Ia menekankan, pembangunan kota tak hanya bertumpu pada infrastruktur fisik semata, tetapi juga perlu ditopang oleh kekuatan karakter masyarakatnya.
Dalam konteks itu, dongeng berperan penting dalam menanamkan nilai kejujuran, tanggung jawab, cinta sesama, dan kasih pada Tuhan.
Festival ini menghadirkan nuansa berbeda. Cerita-cerita tradisional dikemas dengan pendekatan visual modern seperti visual mapping, yang menjembatani dongeng dengan selera generasi digital.
Erwin pun mengapresiasi pendekatan kreatif ini sebagai upaya pelestarian budaya yang relevan dengan perkembangan zaman.
“Kita perlu wariskan pada anak-anak bukan hanya perangkat digital, tapi juga nilai dan kearifan lokal. Sebab bangsa yang kuat adalah bangsa yang tahu dari mana ia berasal,” ucapnya.
Festival dongeng ini diinisiasi oleh komunitas budaya lokal dan didukung Pemerintah Kota Bandung melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) serta Dinas Arsip dan Perpustakaan (Disarpus).
Acara ini juga merupakan bagian dari program Dana Indonesiana tahun 2024 yang digulirkan oleh Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia.
Penanggung Jawab Festival, Ahmad Fuadin, menyebut bahwa kegiatan ini tak hanya bersifat seremonial, tetapi menjadi gerakan edukatif dan partisipatif dalam memperkuat identitas kebudayaan.
“Kami tidak hanya ingin menghidupkan dongeng sebagai warisan, tapi juga menyajikannya dalam bentuk yang relevan. Visual mapping bukan untuk menggantikan dongeng, melainkan menjembatani agar tetap hidup dan menginspirasi,” ujarnya.
Festival ini mengangkat sosok legendaris Wa Kepoh, seorang juru cerita Sunda yang dikenang karena kiprahnya dalam merawat budaya tutur.
Dalam momentum tersebut, pemerintah dan masyarakat juga menggelar doa bersama dan pembacaan Al-Fatihah untuk mendiang Wa Kepoh sebagai bentuk penghormatan.
Lebih dari sekadar pertunjukan dongeng, acara ini juga memperkuat kolaborasi budaya dengan melibatkan sekolah, perguruan tinggi seperti UPI, Unpas, IKIP Siliwangi, serta komunitas teater, seni visual, media, dan berbagai mitra budaya lainnya.
Festival 101 Dongeng Sunda menjadi ruang pembuktian bahwa akar-akar kearifan lokal masih relevan, bahkan mampu tumbuh kembali dalam bentuk yang segar dan menyentuh hati generasi kini.***






