Bandung, BandungOke.com – Di Jawa Barat, tumpukan sampah tak sekadar bau dan kotor. Ia adalah bom waktu yang terus berdetak, menunggu saat untuk meledak di hadapan pemerintah dan warganya.
Di balik retorika “Jabar Bersih” dan target ambisius, kenyataannya belasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) masih mengandalkan metode open dumping—cara kuno menimbun sampah di udara terbuka, yang sejak 2008 resmi dilarang undang-undang.
Sekretaris Daerah Jabar, Herman Suryatman, memberi tenggat keras, Desember 2025 semua kabupaten/kota harus beralih ke controlled landfill.
Tekanan ini sejalan dengan ancaman konsekuensi hukum bagi pemerintah daerah yang membandel. “Sampah bukan masalah biasa, ini sudah masalah luar biasa,” ujarnya. Dikutip, Kamis (14/8/2025) Tapi di lapangan, perubahan itu tak semudah mengganti papan nama.
TPA Burangkeng di Bekasi, Pangandaran di Kabupaten Pangandaran, dan Kopi Luhur di Cirebon adalah sebagian contoh yang masih bertahan dengan metode primitif. Di sini, hujan membawa lindi ke sungai, asap pembakaran liar mencemari udara, dan aroma busuk menempel di napas warga.
Herman mendorong solusi berlapis, membangun kebiasaan memilah sejak rumah tangga, mengolah organik jadi kompos atau maggot, hingga mengadopsi teknologi RDF (refuse-derived fuel) yang mengubah sampah jadi bahan bakar pabrik semen.
Di atas kertas, ini terlihat menjanjikan. Di lapangan, tantangannya adalah dana, konsistensi, dan mindset. “Kalau diolah dengan benar, bisa menghasilkan nilai ekonomi,” tegasnya.
Desember tinggal beberapa bulan. Waktu yang mepet untuk membalik kebiasaan puluhan tahun dan menutup lubang menganga di sistem pengelolaan sampah. Pemerintah provinsi menawarkan insentif berupa Anugerah Gapura Sri Baduga dan Makuta Binokasih sebagai pemanasan menuju Adipura.
Tapi penghargaan bukanlah garansi bahwa bau busuk akan hilang.
Jika target ini kembali meleset, bukan hanya Adipura yang terancam. Udara, air, dan kesehatan jutaan warga Jabar ikut dipertaruhkan.
Sampah yang tak terkelola akan menjadi cermin paling telanjang dari lemahnya politik lingkungan di daerah ini.***
Editor : Deny Surya