BANDUNG, BandungOke.com — Di balik pagar Kebun Binatang Bandung yang sunyi, drama panjang soal siapa yang berhak mengelola masih terus berlangsung.
Konflik yang semula disebut “administratif” kini menjelma jadi perebutan kuasa, melibatkan dua kubu yayasan, jasa keamanan, hingga pernyataan publik dari Wali Kota Bandung, Farhan.
Korban nyatanya bukan hanya satwa yang terancam kelaparan, melainkan juga pekerja yang menjadi tameng di lapangan.
Kronilogi Kejadian
Pangkal masalah bermula dari sengketa dualisme Yayasan Margasatwa Tamansari (YMT). Kubu lama, era John Sumampau (2017–2022), tiba-tiba kembali muncul dengan klaim legalitas. Mereka bahkan menggunakan jasa keamanan untuk memasuki kawasan kebun binatang.
Sementara kubu yang dipimpin Rd. Bisma Bratakusuma, sebagai pengurus aktif, tetap bersikukuh bahwa merekalah pihak sah berbekal legalitas yang mereka miliki.
Ketegangan meningkat sejak 2 Juli 2025, ketika pekerja mempertanyakan dasar hukum kubu lama. “Mereka tidak dapat memperlihatkan bukti legalitas,” ungkap Yaya Suhaya, Ketua Serikat Pekerja Mandiri Bandung Zoo. Konflik yang tak selesai itu berulang hingga 17 Juli, tanpa ada kejelasan.
6 Agustus 2025 menjadi titik api. Pintu kebun binatang dikunci, pekerja diusir, pemasok pakan dihalangi. Seekor bayi orangutan hampir mati kelaparan karena kunci karantina diganti. “Kami khawatir bayi orangutan itu lemas. Akhirnya kami bongkar paksa ruang karantina. Alhamdulillah satwa itu selamat,” tutur Yaya.
Suasana makin keruh di tengah situasi genting itu, saat muncul pernyataan dari Wali Kota Bandung. Farhan menyebut biaya perawatan satwa ditanggung Perhimpunan Kebun Binatang Seluruh Indonesia (PKBSI) namun klaim ini langsung dibantah.
“Sejak awal penutupan hingga hari ini, biaya pakan dan operasional masih sepenuhnya ditanggung yayasan di era Rd. Bisma Bratakusuma. Tidak ada bantuan sepeser pun dari PKBSI atau pihak manapun,” tegas Rohman Suryaman, Kurator Bandung Zoo.
Rohman menilai pernyataan tersebut rawan menimbulkan bias kepentingan. Ia meminta Wali Kota turun langsung memverifikasi kondisi. “Kalau hanya berdasarkan informasi sepihak, itu bisa memperkeruh konflik,” katanya.
Lebih jauh, Rohman mengirim permohonan resmi ke Presiden RI, Kapolri, dan Komisi III DPR untuk memberikan perlindungan hukum.
Satwa, kata dia, tidak boleh jadi korban tarik-menarik kepentingan yayasan. “Kalau kebun binatang tidak segera dibuka, kami tidak tahu bisa bertahan berapa lama lagi,” ucapnya.
Pernyataan keras juga datang dari penasihat hukum, Zanuar Zain Yutama, S.H.
“Tidak ada satu pun dari negara ini yang membantu kami dalam hal pembiayaan atau operasional,” ujarnya. “Tolong hentikan intimidasi. Negara ini harus melindungi pekerja dan satwa.”
Dari hasil penelusuran BandungOke.com BandungZoo sejatinya bergantung penuh pada tiket pengunjung untuk biaya pakan dan perawatan medis.
Penutupan akses sejak awal Juli membuat pendapatan macet. Situasi ini membuka celah bagi klaim-klaim legalitas dan manuver politik di balik yayasan.
Sumber internal mengungkapkan, konflik kepemilikan ini tak lepas dari tarik-menarik aset lahan yang nilainya mencapai triliunan rupiah. Balai kehutanan menyebut lahan Bandung Zoo berstatus hak pakai, bukan hak milik, namun belakangan ada upaya mengubah status tersebut.
“Perebutan pengelolaan ini bukan hanya soal satwa, tapi ada aroma kepentingan bisnis di baliknya,” kata seorang sumber yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Kini, publik menunggu langkah tegas pemerintah pusat. Apakah negara akan berpihak pada konservasi satwa dan pekerja, atau membiarkan Kebun Binatang Bandung terus jadi ajang rebutan?






