Jakarta, BandungOke.com– Batik bukan sekadar kain, melainkan bahasa simbolik yang menyimpan filosofi dan doa. Pada peringatan Hari Batik Nasional 2025, PT Kereta Api Indonesia (Persero) mencoba merajut identitas bangsa itu lewat setiap perjalanan, menghadirkan batik dalam layanan kereta api maupun ruang publik stasiun.
Sejak Desember 2022, seragam para frontliner KAI dirancang maestro mode Anne Avantie. Motif Sawunggaling dan Truntum, bernuansa biru navy, dikenakan kondektur, prama–prami, hingga petugas loket.
“Melalui seragam batik, KAI ingin menunjukkan bahwa perjalanan kereta api bukan hanya sarana transportasi, tetapi juga ruang untuk merawat tradisi,” kata Anne Purba, VP Public Relations KAI. Kamis (2/10)
Langkah ini bukan berhenti di busana. Motif Mega Mendung hadir di pelapis kursi kereta, sandaran kepala, hingga ornamen stasiun. Pelanggan seolah diajak menyusuri ragam budaya sejak pertama kali memasuki ruang perjalanan.
Lebih jauh, KAI juga menjadikan batik sebagai motor ekonomi rakyat. Dari Januari–September 2025, tercatat 1.059 UMKM, termasuk pengrajin batik, terlibat dalam berbagai acara dan pameran. Di tengah ancaman industri tekstil massal, keterlibatan UMKM adalah strategi penting menjaga batik tetap hidup dalam denyut ekonomi rakyat.
Namun, pertanyaan menggantung: seberapa jauh komitmen itu berlanjut? Apakah sekadar seremonial tahunan setiap 2 Oktober, atau mampu menjadi strategi jangka panjang menjadikan batik sebagai wajah transportasi publik modern Indonesia?
“Setiap helai batik adalah cerita, setiap motif adalah doa,” ujar Anne. Pernyataan itu menggugah, tetapi realisasi komitmen KAI akan diuji waktu—apakah sekadar simbol, atau benar-benar mengakar sebagai identitas perjalanan bangsa.***