Jakarta, BandungOke.com – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) resmi membuka sidang perdana perkara dugaan persekongkolan tender pembangunan pipa transmisi gas bumi Cirebon–Semarang Tahap II (CISEM 2) senilai Rp2,98 triliun.
Sidang yang digelar di Gedung KPPU Jakarta, Rabu (2/10), langsung menyingkap indikasi kuat praktik kartel tender yang menyeret nama lima pihak besar.
Majelis komisi yang dipimpin M. Noor Rofieq dengan anggota Rhido Jusmadi dan Gopprera Panggabean, mendengarkan pembacaan Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) oleh investigator KPPU.
Dari laporan itu, terkuak dugaan pelanggaran serius Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
“Temuan kami memperlihatkan pola yang tidak wajar dalam proses tender. Ada adendum berulang, gangguan sistem pengadaan, hingga penerimaan dokumen di luar sistem elektronik. Bahkan terdapat kesamaan signifikan dalam dokumen teknis peserta,” kata investigator dalam sidang. Dikutip Jumat (3/10/2025)
Pola itu, menurut KPPU, menjadi indikasi koordinasi terselubung antarpeserta tender.
Lima terlapor yang diseret ke meja sidang adalah PT Timas Suplindo, PT Pratiwi Putri Sulung, PT Pembangunan Perumahan (Persero), PT Nindya Karya, serta Kelompok Kerja Pemilihan KESDM 7. Proses tender semula diikuti tujuh peserta, namun menyusut hanya menjadi dua konsorsium di tahap akhir.
Sidang lanjutan akan digelar 22 Oktober 2025, dengan agenda tanggapan atas LDP dan pemeriksaan bukti surat maupun dokumen dari para terlapor. KPPU membuka akses publik untuk memantau jalannya persidangan melalui laman resmi mereka.
Deswin Nur, Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU, menegaskan lembaganya berkomitmen penuh mengawal proses hukum perkara ini.
“Kasus ini menyangkut nilai proyek yang sangat besar, hampir Rp3 triliun. Publik berhak tahu dan kami pastikan persidangan berjalan transparan serta akuntabel,” ujarnya.
KPPU menekankan, jika terbukti, persekongkolan tender semacam ini bukan sekadar merugikan negara, tapi juga mematikan persaingan sehat dan merampas hak masyarakat untuk mendapatkan pembangunan infrastruktur yang efisien.***
Editor : Deni Surya






