Bogor, BandungOke – Kabut pagi yang menggantung di Puncak belum juga sirna ketika kabar dari Jakarta menembus kesejukan udara pegunungan.
Di warung kopi kecil di tepi Jalan Raya Puncak, obrolan warga beralih dari keluh ke harapan. Semua berawal dari pertemuan seorang wakil rakyat dengan menteri yang memegang kuasa atas nasib mereka.
Mulyadi, anggota DPR RI asal Jonggol, baru saja bertemu Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq. Pertemuan itu menjadi secercah terang di tengah gelisah para pekerja wisata yang kehilangan penghasilan setelah sejumlah objek wisata disegel oleh kementerian.
“Alhamdulillah, aspirasi warga Puncak sudah saya sampaikan. Tadi Pak Menteri menyampaikan bahwa kebijakannya akan dievaluasi,” kata Mulyadi, dikutip Jumat (17/10/2025), dengan nada lega.
Bagi warga yang menggantungkan hidup dari pariwisata, keputusan penyegelan bukan hanya soal papan plang bertuliskan “disegel”. Itu berarti piring makan yang kosong, motor kredit yang tertunggak, dan anak-anak yang harus menunda uang sekolah.
Karena itu, bagi Mulyadi, isu ini tak sekadar tentang aturan dan izin, melainkan tentang manusia dan kehidupannya.
“Untuk objek wisata yang memiliki izin, akan dipanggil dan dibina supaya sesuai aturan. Tapi bagi yang benar-benar melanggar dan merusak lingkungan, tentu harus ada tindakan tegas. Saya mendukung langkah itu,” ujarnya menegaskan.
Sikap Mulyadi memperlihatkan upaya menjembatani dua kutub yang kerap berseteru antara pelestarian alam dan kebutuhan ekonomi. Ia sadar, warga di lereng Puncak tak bisa hidup dari udara dingin semata, tapi juga tak bisa menebang hutan demi bertahan hidup.
“Kawasan Puncak dianugerahi alam yang indah dan udara yang segar. Sudah sepantasnya warga mencari penghidupan dari wisata, tapi dengan tetap menjaga alamnya,” katanya.
Langkah Kementerian Lingkungan Hidup untuk memanggil para pengelola wisata disebut Mulyadi sebagai titik awal dialog baru, bukan untuk menghukum, tapi untuk mencari solusi bersama.
Ia berharap, pemerintah dan warga bisa duduk satu meja, membicarakan bagaimana wisata bisa tetap hidup tanpa menyingkirkan kelestarian alam.
Menjelang sore, kabar itu menyebar cepat di media sosial warga Puncak. Di antara pohon pinus yang bergoyang pelan diterpa angin, mereka mulai bicara lagi soal harapan. Bukan hanya tentang wisata yang kembali buka, tapi tentang masa depan yang mungkin masih bisa mereka genggam bersama dengan alam yang tetap lestari dan kehidupan yang tak lagi terhenti.***






