Bandung, BandungOke — Sengkarut relasi Pemkot Bandung dengan Bandung Zoo kembali mendidih.
Surat Edaran (SE) bernomor 162-BKAD/2025, yang ditafsir publik sebagai larangan berkunjung ke kebun binatang, dianggap bukan sekadar imbauan biasa.
Di tengah kabut informasi, publik bertanya apakah Pemkot tengah menggiring opini untuk menekan pengelola?
Wali Kota Bandung Muhammad Farhan sebelumnya berkelit, menyebut SE itu diterbitkan karena pengelola belum mengantongi izin sewa lahan kepada Pemkot sebagai pemilik aset.
Namun, nuansanya seperti lebih dari sekadar administrasi. Ini seperti peringatan keras yang siap bergerak ke arah penghentian aktivitas zoo.
“Karena pengelola resminya belum ada, jadi surat edaran itu merupakan bentuk peringatan kedua agar situasi tidak makin keruh,” ujar Farhan.
Namun lontaran itu disergah telak oleh pihak Bandung Zoo. Humas Bandung Zoo, Sulhan Safe’i membantah publikasi larangan itu mentah-mentah.
Tak Ada Larangan Berkunjung! “Itu Hanya untuk ASN”
Aan sapaan akrab Sulhan menegaskan bahwa SE tersebut keliru dipahami dan keliru diteruskan oleh Pemkot.
“Dalam surat tersebut tidak ada satu pun kalimat yang menyatakan pemerintah kota melarang warganya datang ke Kebun Binatang Bandung. Himbauan itu hanya untuk ASN,” katanya.
Dengan kata lain, Pemkot diam-diam membiarkan narasi liar bergulir dan tidak berusaha meluruskannya.
Narasi inilah yang oleh sebagian pihak dianggap sebagai upaya penggiringan opini publik agar Bandung Zoo dinilai tak layak beroperasi.
Bandung Zoo, imbuh Aan, tetap terbuka untuk publik, terutama untuk aktivitas edukasi, penelitian, dan konservasi.
Izin Operasional Masih Berlaku Hingga 2033
Lebih jauh, klaim Pemkot soal legalitas pengelola juga ditepis.
Menurut Aan, Bandung Zoo masih memegang izin operasional yang sah dari Kementerian Kehutanan periode 2003–2033.
“Bandung Zoo sah secara legal dan tetap terbuka untuk masyarakat,” tegas Aan.
Di level perizinan konservasi, posisi Bandung Zoo tidak cacat. Jika demikian, mengapa Pemkot justru menggoyang status keberadaannya di atas lahan kota? Pertanyaan itu menggantung.
Masuk Gratis, Tapi Harus Konfirmasi
Dalam situasi serba-tidak-jelas ini, pengelola justru membuka kesempatan kunjungan gratis untuk kepentingan edukasi. Publik dapat mendaftar lewat kanal resmi Bandung Zoo.
“Ini juga untuk membantu satwa yang sudah lama tidak berinteraksi dengan pengunjung,” ujar Aan.
Lebih dari 700 satwa kini menunggu kepastian nasib—di tengah tarik-menarik wewenang hukum dan opini politik.
Di Balik Surat Edaran: Tekanan Politik?
Kasus Bandung Zoo bukan peristiwa tunggal.
Rangkaian gejolak, mulai dari penutupan police line, gugatan hukum, hingga narasi penolakan operasional, mulai menyeret institusi pemerintah bahkan KLHK ikut terseret.
Jejak masalah:
– Sidang tindak pidana korupsi
– Desakan sewa lahan
– Teguran KLHK
– Berulang kali kalahnya Pemkot di pengadilan
– Isu rekayasa hukum
Beberapa pengamat menilai, pendekatan Pemkot terlalu memaksa, seolah menginginkan perubahan pengelola atau penundukan total kebun binatang meski izinnya masih sah.
Apalagi, seruan Kapolda Jawa Barat agar sengketa diselesaikan di luar pagar zoo, mengindikasikan persoalan ini lebih politis daripada teknis.
“Kami hanya ingin fokus menyelamatkan 710 satwa,” ucap Aan menutup pernyataannya.
Arah Konflik: Di Mana Kepentingan Publik?
Di tengah kisruh, satwa-satwa Bandung Zoo menjadi penonton paling sengsara.
Konflik hukum dan tarik-menarik kuasa kian merendahkan akal sehat.
Pengelola sudah menunjukkan legitimasi izin operasional. Namun Pemkot tetap menekan dengan alasan administratif sewa lahan.
Jika Pemkot ingin kepastian hukum, semestinya ditempuh lewat saluran formal bukan memproduksi kebingungan publik lewat framing sepihak.
Konflik ini kian menegaskan bahwa informasi, dalam politik kota, adalah senjataterkadang lebih tajam dari aturan itu sendiri.***






