Bandung, BandungOke – Pencurian Penerangan Jalan Umum (PJU) di Kota Bandung kini bukan lagi sekadar insiden kecil, tetapi berubah menjadi problem akut yang menelanjangi lemahnya keamanan fasilitas publik.
Lampu jalan raib, panel listrik hilang, kabel dicabut rapi—dan semua itu berlangsung berulang, nyaris tanpa perlawanan berarti dari mekanisme pengawasan kota. Yang tersisa adalah jalan-jalan yang kembali gelap, dan warga yang dipaksa hidup dalam risiko.
Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, mengakui kasus ini sudah dilaporkan dan “tinggal menunggu pelaku tertangkap”. Pernyataan itu terdengar realistis, namun juga membuka ruang kritik: seberapa lama Kota Bandung harus menunggu, ketika pencurian justru terjadi berkali-kali dalam radius yang tidak jauh dari pemukiman dan pusat aktivitas?
“Aksi pencuriannya berulang. Sudah pasti dilaporkan,” ujar Farhan. Ungkapan itu menyiratkan pola yang seharusnya menjadi alarm keras bagi pemerintah daerah. Pencurian PJU yang dilakukan dengan cepat, presisi, dan rapi menggambarkan tangan-tangan yang bukan amatir. “Kalau bisa nyolong PJU sampai lampunya, berarti pelakunya canggih,” tambahnya.
Pertanyaan pentingnya: bagaimana fasilitas vital kota bisa dibongkar begitu mudah tanpa terdeteksi?
Bandung tampaknya sedang berhadapan dengan jaringan pencurian yang memahami sistem kelistrikan dan konstruksi PJU dengan baik. Artinya, ini bukan sekadar aksi kriminal oportunis—melainkan operasi yang memanfaatkan celah pengawasan kota yang sudah lama dibiarkan menganga.
Pemkot Bandung menyebut telah menerapkan strategi berlapis: peningkatan patroli kecamatan, pemeriksaan rutin PJU dan PJL, hingga perluasan pemantauan CCTV. Namun strategi ini baru terasa seperti respons setelah kerusakan terjadi, bukan pencegahan yang bekerja sejak awal. Kota Bandung punya 500 titik CCTV, namun pencurian PJU terus berulang. Lalu, apa yang sebenarnya diawasi? Mengapa CCTV tidak cukup memberi data untuk mendekat pada pelaku?
Farhan menyebut ada integrasi dengan CCTV milik provinsi. Namun integrasi bukan solusi jika kualitas gambar minim, operator terbatas, dan area rawan pencurian tidak masuk dalam prioritas pengawasan.
PJU yang dicuri tidak hanya berarti kerugian uang. Fasilitas itu adalah penyangga keselamatan. Ketika penerangan hilang, warga kehilangan perlindungan. Jalanan gelap adalah undangan bagi kecelakaan, kejahatan lain, dan rasa takut yang beranak-pinak. Kota besar yang bermimpi menjadi pusat inovasi tidak bisa membiarkan pagar keamanannya jebol berulang kali.
Fenomena pencurian PJU ini mengungkap masalah struktural yang lebih besar: lemahnya manajemen pengawasan aset publik. Bandung memerlukan sistem keamaan yang bukan hanya reaktif, tetapi prediktif. Pengamanan teknis PJU harus diperkuat, mekanisme bongkar pemasangan harus dipersulit, dan wilayah rawan harus dipetakan secara real time.
Selama pelaku belum tertangkap, dan selama fasilitas PJU tidak dilengkapi mekanisme proteksi yang lebih modern, pencurian akan terus terulang. Kota Bandung tidak sedang menghadapi pencuri biasa. Ia sedang berhadapan dengan jaringan yang telah membaca pola kelemahan kota—dan memanfaatkannya dengan telak.***






