Padang, BandungOke — Di balik tumpukan lumpur yang belum kering dan rumah-rumah yang tinggal rangka, hadir rombongan kecil yang tak membawa kamera besar atau slogan gemerlap.
Bio Farma Group datang ke Sumatera Barat dengan membawa sesuatu yang lebih krusial dari simbol belas kasih: perlindungan kesehatan dasar di tengah ancaman penyakit yang mulai mengintip para penyintas.
Bencana banjir bandang dan tanah longsor yang menyapu wilayah Padang Pariaman dan sekitarnya bukan hanya merusak infrastruktur dan lahan pertanian.
Ia juga membuka celah bagi krisis kesehatan diare, infeksi kulit, hingga tetanus yang kerap muncul saat warga harus beraktivitas di genangan kotor bercampur material tajam.
Di sinilah Bio Farma Group, Kimia Farma, dan Indofarma masuk. Tidak dengan wacana panjang, melainkan obat, vaksin, dan perlengkapan P3K yang bisa digunakan saat itu juga.
Misi kemanusiaan ini dipimpin langsung Komisaris Bio Farma, dr. Relly Reagen, yang ikut mendampingi Kepala BP BUMN, Dony Oskaria, meninjau Desa Kasai—salah satu titik terparah. Tanpa banyak seremonial, ia menyampaikan pesan yang tegas.
“Kami mewakili BUMN kesehatan siap hadir memberikan dukungan bagi masyarakat terdampak bencana di Sumatera Barat. Bio Farma menyalurkan serum anti-tetanus dan vaksin tetanus–difteri, sementara Kimia Farma dan Indofarma memastikan ketersediaan obat-obatan, vitamin, serta perlengkapan P3K di lapangan. Kami berharap bantuan ini dapat meringankan beban warga dan mempercepat proses pemulihan,” ujarnya. Selasa (2/12/2025)
Dalam kunjungan yang berlangsung cepat namun intens itu, yang tampak adalah orkestrasi kerja lintas-BUMN. Bio Farma menangani vaksin dan serum.
Kimia Farma memastikan obat esensial dan vitamin tetap ada. Indofarma membantu memperkuat suplai kesehatan dasar. Semua terhubung lewat Posko BUMN di Bandara Internasional Minangkabau, yang kini berubah menjadi simpul logistik darurat.
Di tingkat daerah, langkah cepat ini tidak luput dari perhatian. Bupati Padang Pariaman, John Kenedy Azis, mengakui bantuan ini bukan sekadar bantuan biasa—melainkan intervensi yang langsung menekan risiko kesehatan warga.
“Kehadiran Bio Farma Group sangat berarti bagi warga kami yang sedang berupaya bangkit dari bencana ini,” ucapnya.
Namun di balik urusan medis dan logistik, ada dinamika lain yang jarang dibahas: politik tanggap bencana. Ketika bencana besar terjadi, kementerian, BUMN, dan pemerintah daerah sering berada pada satu panggung yang sama.
Koordinasi bisa menjadi batu sandungan, tetapi dalam kasus ini, Dony Oskaria justru memuji kecepatan sinergi yang terbentuk.
“Kami sangat mengapresiasi kehadiran BUMN di bidang kesehatan yang sigap membantu masyarakat. Ke depan, Bio Farma Group diharapkan terus menjadi garda terdepan dalam aksi tanggap bencana,” katanya.
Pada titik ini, yang dibawa Bio Farma bukan hanya bantuan fisik, melainkan kehadiran negara dalam bentuk paling konkret: kesehatan warganya.
Aksi mereka menegaskan bahwa ketahanan kesehatan nasional tidak hanya dibangun di laboratorium dan pabrik vaksin, tetapi juga di tanah-tanah basah pascabencana, di tenda-tenda pengungsian, dan di desa-desa yang terpukul bencana.
Sinergi pemerintah daerah, BNPB, BPBD, dan BUMN kesehatan ini memperlihatkan satu hal: pemulihan bukan sekadar distribusi bantuan, tetapi upaya membangun kembali daya tahan masyarakat dari ancaman yang tak kasat mata. Dan untuk itu, Bio Farma Group, dengan segala jejaringnya, tampaknya sedang memainkan peran yang sangat strategis—diam-diam, tetapi menentukan.***






