Jakarta, BandungOke – Menjelang Desember yang selalu riuh, jalur rel di Pulau Jawa kembali menjadi panggung persiapan besar. Tapi tidak dengan gemuruh peron atau hiruk penumpang.
Yang bergerak lebih dulu adalah Kereta Api Inspeksi (KAIS)—kereta putih berwajah jendela lebar yang meluncur pelan, memindai celah-celah yang tak terlihat oleh mata penumpang biasa.
Dari Gambir hingga Ketapang, dari Bandung hingga Malang, KAI menjalankan apa yang bisa disebut sebagai “operasi senyap” sebelum gelombang perjalanan Nataru menggulung masuk.
Direktur Utama KAI, Bobby Rasyidin, ikut berada di dalamnya. Ia tidak melihat pemandangan Jawa dari kaca jendela sebagai pelancong, tapi sebagai seseorang yang sedang membaca denyut jalur baja.
“Kami menempatkan keselamatan sebagai tujuan utama. Inspeksi ini difokuskan pada kondisi jalur, sinyal, jembatan, serta kesiapan fasilitas stasiun agar seluruh perjalanan dapat berlangsung optimal,” ujar Bobby. Selasa (2/12/2025)
Jalur utara dan selatan ditempuh seperti menyisir tubuh panjang Pulau Jawa. KAIS memeriksa setiap hentakan roda—apakah rel stabil, apakah bantalan bekerja sempurna, apakah jembatan siap memikul beban ribuan perjalanan.
Dalam puncak Nataru 2025/2026 yang akan berlangsung 18 hari, rel bukan sekadar infrastruktur: ia adalah nadi yang tidak boleh berdetak salah.
Jalur utara dilewati seperti napas panjang: Gambir, Cikampek, Cirebon, Semarang Tawang, Cepu, Surabaya Pasar Turi, lalu berputar hingga Ketapang sebelum kembali ke Surabaya Gubeng.
Jalur selatan ibarat memutar dari bahu pegunungan ke lembah: Bandung, Banjar, Kroya, Purwokerto, Yogyakarta, Madiun, Blitar, Malang, hingga akhirnya bertemu lagi di Surabaya.
Di setiap titik, petugas berdiri menunggu — sebagian membawa catatan, sebagian memegang alat ukur getaran yang biasanya tidak pernah diperhatikan publik.
Vice President Corporate Communication KAI, Anne Purba, menyebut inspeksi bersama DJKA Kemenhub dan KNKT ini sebagai bentuk kesiapsiagaan yang tidak bisa ditawar.
“Antisipasi aspek keselamatan serta penguatan layanan pelanggan terus kami perkuat agar perjalanan berlangsung aman dan nyaman bagi pelanggan pada musim liburan ini,” ujar Anne.
Namun penguatan prasarana bukan hanya soal inspeksi. Tahun ini, KAI menambah 84.525 meter rel baru, 189.883 meter kubik batu kricak, serta 12.084 bantalan sintetis khusus untuk jembatan baja.
Semuanya seperti membangun ulang pondasi jalur—diam-diam, tanpa upacara, tetapi menentukan nasib jutaan penumpang.
Menjelang Nataru, KAI menempatkan 19 lokomotif siaga, 17 kereta pembangkit, dan 3 crane besar di titik strategis. Jumlah 2.483 petugas tambahan disebar hingga ke simpul-simpul kecil: pemeriksa jalur, penjaga perlintasan, petugas kebersihan, customer service, hingga keamanan stasiun yang bekerja nyaris tanpa tidur.
Di atas semuanya, Posko Terpadu Nataru berfungsi sebagai “ruang kendali”—monitor real-time yang terus menyala, memastikan tak ada anomali kecil sekalipun yang luput dari radar.
Anne merangkum seluruh rangkaian persiapan itu dalam satu alasan sederhana: perjalanan yang terkoneksi, tanpa gangguan.
“Inspeksi ini memastikan kesiapan rel, perlintasan, sarana, dan fasilitas stasiun agar layanan kepada pelanggan berjalan optimal. Semangat Nataru Terhubung kami hadirkan melalui kesiapan prasarana dan layanan yang mendorong kelancaran mobilitas masyarakat dari berbagai daerah,” tutup Anne.
Di tengah riuhnya persiapan liburan, mungkin hanya sedikit orang yang memperhatikan kereta inspeksi yang bergerak sebelum fajar, atau petugas yang mencatat getaran rel di tengah hujan.
Namun justru dari sunyi itulah keamanan jutaan perjalanan Nataru dirakit—sentimeter demi sentimeter, bantalan demi bantalan, sepanjang Jawa.***






