Bandung, BandungOke – Viralnya mi nonhalal di kawasan Cibadak kembali menelanjangi lemahnya pengawasan kuliner di Kota Bandung.
Di kota dengan mayoritas penduduk muslim, praktik penjualan makanan berbahan nonhalal tanpa penanda jelas justru diselesaikan dengan cara paling lunak yakni edukasi dan teguran. Negara hadir, tetapi tanpa taring.
Satpol PP Kota Bandung mengklaim telah melakukan penanganan pada Jumat, 12 Desember 2025. Namun penindakan tak dilakukan di lokasi pelanggaran. Tim justru mendatangi kediaman pedagang karena yang bersangkutan sudah tidak berjualan. Pelanggaran selesai tanpa pernah benar-benar dihentikan.
Sekretaris Satpol PP Kota Bandung, Idris Kuswandi, menyebut pendekatan yang diambil sebatas edukasi dan klarifikasi.
“Dalam pertemuan tersebut, kami melakukan wawancara sekaligus edukasi. Yang bersangkutan mengakui menggunakan minyak B2 sebagai salah satu bahan pengolahan makanan, dan hal itu dituangkan dalam surat pernyataan,” ujar Idris kepada Humas Kota Bandung dikutip Sabtu (13/12/2025)
Pengakuan itu berujung pada komitmen administratif, surat pernyataan dan janji memasang label nonhalal. Tak ada sanksi administratif lanjutan, apalagi penutupan usaha atau denda.
Padahal, penggunaan bahan nonhalal tanpa informasi jelas menyentuh langsung hak konsumen atas transparansi.
Satpol PP juga hanya mengingatkan agar pedagang tak menampilkan atribut yang menimbulkan kesan makanan aman atau halal bagi semua konsumen.
Idris menegaskan, sanksi yang diberikan baru sebatas teguran.
“Tentu menjadi perhatian bersama. Kami akan tetap melakukan kontrol, komunikasi, dan pengawasan agar kejadian serupa tidak terulang,” katanya.
Masalahnya, pengawasan yang datang setelah viral bukanlah pengawasan, melainkan pemadam kegaduhan. Ketika pelanggaran hanya dibalas dengan teguran lisan, pesan yang mengendap di ruang publik justru keliru melanggar boleh, asal minta maaf dan berjanji.
Ironisnya, sebagian beban justru dialihkan kepada masyarakat. Warga diminta lebih cermat dan bijak memilih makanan.
Padahal, dalam sistem perlindungan konsumen, tanggung jawab utama ada pada pelaku usaha dan negara sebagai pengawas, bukan pada konsumen yang datang dengan kepercayaan.
Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bandung ikut turun tangan setelah kasus ini ramai dibicarakan. Kepala DKPP Kota Bandung, Gin Gin Ginanjar, menyatakan pelabelan nonhalal akan segera dilakukan.
“Kami sudah cek. Pemasangan label nonhalal akan segera kami lakukan,” terang Gin Gin.
Langkah DKPP kembali menegaskan pola lama yaitu reaktif, bukan preventif. Tak terdengar adanya audit rutin, pemetaan risiko, atau inspeksi berkala terhadap pedagang kuliner di kawasan padat wisata dan kuliner seperti Cibadak.
Kasus ini bukan sekadar soal mi dan minyak B2. Ini soal ketegasan negara dalam melindungi hak konsumen dan menjaga kepercayaan publik.
Selama sanksi berhenti di level teguran, pengawasan kuliner Kota Bandung akan terus rapuh dan publik hanya bisa berharap pelanggaran berikutnya tidak kembali viral.***






