Bandung, BandungOke – Wacana upah di Kota Bandung mulai bergeser. Tak lagi semata soal angka minimum dan inflasi, Wali Kota Muhammad Farhan melempar isu yang lebih struktural: kesehatan dan kebugaran pekerja sebagai indikator kesejahteraan.
Pernyataan itu disampaikan dalam forum LKS Tripartit dan Dewan Pengupahan Kota. Di hadapan pengusaha, serikat pekerja, dan BPS, Farhan menegaskan posisi Pemkot sebagai penyeimbang—bukan pembela satu pihak.
“Kita tidak boleh membiarkan salah satu pihak merasa dirugikan,” ujar Farhan. Rabu (17/12/2025)
Farhan mengaitkan kesejahteraan pekerja dengan data konsumsi masyarakat yang menunjukkan tingginya asupan gula dan minuman berpemanis di Bandung. Baginya, isu kesehatan bukan sekadar urusan personal, melainkan variabel ekonomi.
“Kalau penyakit degeneratif seperti diabetes meningkat, dampaknya sistemik,” kata Farhan. Produktivitas menurun, beban BPJS meningkat, dan dunia usaha ikut menanggung biaya tersembunyi.
Karena itu, Pemkot berencana mendorong skrining kesehatan gratis bagi pekerja. Sebuah langkah preventif yang jarang masuk dalam diskursus pengupahan, namun dinilai krusial untuk jangka panjang.
Narasi “pekerja naik kelas” menjadi kata kunci. Farhan ingin negosiasi upah ke depan melampaui sekadar kemampuan membeli kebutuhan pokok. “Kita harus bicara produktivitas, kebugaran, dan kualitas hidup,” tegasnya.
Di sisi lain, data ketenagakerjaan masih menyimpan alarm. Kepala Dinas Ketenagakerjaan Andri Darusman mencatat 991 kasus PHK hingga November 2025, ditambah masih banyak perusahaan tanpa peraturan kerja yang jelas.
Kesenjangan sosial pun belum sepenuhnya teratasi. Meski kemiskinan turun ke 3,78 persen, struktur pendapatan menunjukkan kelompok rentan masih besar, sementara penurunan pengangguran lebih banyak terjadi di sektor informal.
Pemkot mencoba menjawabnya lewat strategi ekonomi perkotaan: penguatan MICE, pariwisata, olahraga, medical tourism, hingga beautifikasi 17 ruas jalan utama. Target pertumbuhan ekonomi 5,4–5,5 persen dipasang, dengan satu syarat: stabilitas sosial tetap terjaga.
“Stabilitas di Bandung itu organik,” ujar Farhan. “Asal kita kompak, semua bisa dijaga.”
Di tengah dinamika upah dan PHK, Bandung sedang menguji satu gagasan penting: bahwa kesejahteraan pekerja bukan biaya, melainkan investasi ekonomi kota.***






