Jakarta, BandungOke — Negara sibuk bicara disinformasi, tapi lupa memperkuat benteng utamanya: media.
Dalam Musyawarah Nasional (Munas) ke-2 Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Sabtu (21/6), pemerintah mengamini bahwa arus informasi digital sudah masuk ke tahap rawan. Namun alih-alih melindungi pelaku media profesional, negara justru membiarkannya tenggelam pelan-pelan.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, menyebut misinformasi dan manipulasi konten sebagai tiga besar risiko global hari ini. Bahkan, AI bisa menciptakan wajah dan suara presiden palsu untuk menyebar hoaks.
Namun di tengah ketakutan itu, pemerintah belum juga punya jawaban konkret selain pidato.
“Publisher rights hanya menutup 17% biaya operasional. Sisanya media harus bertarung sendiri,” ujar Nezar. Ia menyebut perlunya model bisnis baru, tapi solusi yang disediakan pemerintah nihil. Media dituntut independen, tapi dibiarkan mandiri dalam penderitaan.
Ketua Umum JMSI, Teguh Santosa, menyampaikan harapan agar Munas kali ini bisa mendorong keberlanjutan industri media.
“Tapi harapan tinggal harapan bila negara sendiri tak memedulikan nasib para penjaga fakta,” katanya.
Di tengah era banjir informasi, media profesional semestinya menjadi garda depan. Sayangnya, justru dibiarkan kehabisan napas dan mati perlahan.***