Bandung, BandungOke — Tamparan keras!, begitu ungkapan tegas Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Jawa Barat, Harry Maksum, merespons aksi pembagian bir dalam gelaran Pocari Sweat Run Indonesia 2025 yang berlangsung di Kota Bandung akhir pekan lalu.
Di kota yang dikenal religius, bir dibagikan secara bebas, bahkan disertai slogan provokatif “Hurry Up, The Beer’s Getting Warm!”. Ini bukan sekadar pelanggaran etika, tapi juga penodaan terhadap norma syariat dan aturan lokal.
“Ini tamparan keras bagi ekosistem halal di Kota Bandung,” tegas Harry Maksum, dalam pernyataan terbukanya, Rabu (24/7). Ia menyebut kejadian ini sebagai bentuk kelalaian kolektif mulai dari penyelenggara, sponsor, hingga pengawas acara.
Kota Religius, Nilai Syariah Dilanggar
Harry menegaskan, Bandung bukan kota sembarangan. Selain dikenal sebagai pusat pendidikan, kota ini juga menjunjung tinggi nilai-nilai religius dan budaya lokal Sunda yang santun.
Ketika minuman keras disebar dalam ajang publik, apalagi olahraga yang banyak diikuti generasi muda, maka dampaknya bukan cuma pada moral, tapi juga pada persepsi sosial, seolah minum alkohol itu lumrah di ruang publik.
Harry mengecam keras penggunaan slogan ajakan seperti “The Beer’s Getting Warm”. “Itu pesan menyesatkan. Anak-anak muda bisa melihat bir sebagai bagian dari gaya hidup yang sah, padahal itu jelas-jelas bertentangan dengan prinsip halal dan norma syariah,” ujarnya.
Maaf Saja Tak Cukup
Komunitas Free Runners Bandung, yang diketahui sebagai pihak pembagi bir, telah menyampaikan permohonan maaf secara terbuka. Namun bagi MES Jawa Barat, maaf tidak bisa jadi penutup masalah. “Kami menghargai permintaan maaf, tapi itu tidak cukup. Harus ada tindakan nyata dan pertanggungjawaban,” tegas Harry.
Desakan Keras MES Jabar:
1. Evaluasi Total
Seluruh prosedur penyelenggaraan acara, termasuk keterlibatan sponsor dan merek, harus diaudit ulang. Tak bisa lagi ada celah bagi konten dan aksi yang bertentangan dengan nilai lokal.
2. Edukasi dan Sosialisasi
Komunitas, panitia, dan peserta acara publik harus diberikan edukasi soal norma, nilai budaya, dan peraturan daerah—terutama yang menyangkut halal-haram dalam kegiatan massal.
3. Pengawasan Ketat dari Pemda
Pemerintah daerah tidak bisa lagi bersikap longgar. Semua bentuk kegiatan publik harus diawasi ketat. Jangan sampai kejadian serupa terulang dengan dalih “tidak tahu”.
Harry juga menekankan pentingnya momentum ini sebagai pelajaran untuk semua pelaku industri event di Indonesia.
“Kita ingin membangun industri kreatif dan olahraga yang maju, tapi bukan dengan mengorbankan nilai. Ekonomi syariah bukan sekadar label, ia harus jadi prinsip dan pegangan bersama,” pungkasnya.***