Bandung, BandungOke.com — Klaim kepemilikan Pemerintah Kota Bandung atas lahan Kebun Binatang Bandung ibarat menempeli papan nama di pagar rumah orang.
Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) XI menegaskan, sertifikat yang dipegang Pemkot bukan hak milik, melainkan hak pakai atau dengan kata lain status yang tak memberi kuasa penuh atas tanah seluas 11,75 hektare itu.
Temuan itu diungkap Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial (Gema PS) Indonesia Jawa Barat Banten, pada Kamis, (14/8/2025)
Yan Rizal, Dewan Penasehat Gema PS, menyebut klaim Pemkot berpotensi menyesatkan publik. “Pemkot tidak punya hak kepemilikan. Pemilik tanah masih kehutanan,” ujarnya tegas!
Berdasarkan kajian BPKH Yogyakarta, lahan eksitu Bandung Zoo masuk dalam kategori Area Penggunaan Lain (APL) yakni status tanah tanpa legalitas kepemilikan yang jelas.
Artinya, belum ada satu pun pihak yang secara sah memegang hak milik. “Kalau mengacu aturan, pihak yang berhak mengajukan pengelolaan justru Yayasan Margasatwa Tamansari (YMT) yang sudah eksis sejak 1933,” kata Rizal.
Rizal menegaskan, yayasan Margasatwa, yang berdiri atas prakarsa tokoh Sunda Raden Ema Bratakoesoemah, memikul sejarah panjang konservasi satwa di Bandung.
Hubungan historis ini, menurut Rizal, menjadi legitimasi moral sekaligus kultural yang tak bisa dihapus dengan selembar sertifikat hak pakai yang baru terbit Februari 2025.
Gema PS kini menuntut Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bandung menjelaskan dasar hukum penerbitan sertifikat hak pakai Nomor 10.15.000.11777.0 untuk Pemkot. “Kalau tanahnya APL, harus jelas siapa pemiliknya. Jangan sampai sertifikat malah memicu konflik baru,” ujar Rizal.
Polemik kepemilikan lahan Bandung Zoo bukan barang baru. Selama bertahun-tahun, tarik-menarik klaim antara pemerintah daerah, yayasan pengelola, dan pihak lain terus berlangsung, sementara satwa dan pekerja kebun binatang menjadi korban diam-diam dari sengketa berkepanjangan ini.
“Kalau terus dibiarkan, ini bukan hanya soal lahan. Ini soal warisan budaya, sejarah, dan kelangsungan hidup ratusan satwa,” kata Rizal.***