China, BandungOke – Di punggungan sunyi Pegunungan Helan, barat laut Tiongkok, seekor macan tutul salju melangkah pelan di bawah bayang es yang menggantung di tebing.
Hewan langka yang kerap dijuluki Raja Dingin ini kini menjadi simbol ketekunan manusia melawan kepunahan.
Selama beberapa tahun terakhir, pemerintah Wilayah Otonomi Ningxia Hui membangun pusat konservasi dan penelitian yang menjadi benteng terakhir penyelamatan spesies ini.
Upaya perlindungan di Cagar Alam Gunung Helan tak sekadar menyelamatkan macan tutul yang terluka atau tersesat.
Mereka menjalankan rantai konservasi lengkap mulai dari penyelamatan, pelatihan adaptif, pelepasliaran, hingga pemantauan pasca-rilis di alam bebas.
“Kami memantau setiap individu dengan ketat, memastikan mereka beradaptasi dan bertahan di habitat aslinya,” ujar seorang peneliti di pusat konservasi itu dikutip Selasa (28/10/2025)
Teknologi menjadi sekutu penting. Kamera inframerah dan kalung pelacak satelit kini menandai setiap pergerakan kucing besar itu di lanskap bersalju.
Data real-time yang diterima para ilmuwan membantu mereka memahami pola jelajah, kondisi kesehatan, hingga ancaman yang mungkin datang dari perubahan iklim atau aktivitas manusia.
Hasilnya menggembirakan, seluruh macan tutul yang telah dilepaskan kembali dilaporkan dalam kondisi sehat dan aktif.
Konservasi ini menandai perubahan cara pandang terhadap alam liar di Tiongkok. Dari semula fokus pada pembangunan, kini arah kebijakan bergerak menuju keseimbangan ekologi.
Macan tutul salju bukan sekadar hewan dilindungi ia menjadi pengingat bahwa keberlangsungan hidup manusia dan satwa berbagi nasib di planet yang sama.***






