Bandung, BandungOke.com – Dago Elos akan menjadi panggung perlawanan ingatan pada Minggu malam, 28 September 2025. Di sana, Festival September Hitam 2025 digelar sebagai ajang retrospeksi atas tragedi-tragedi kelam yang pernah menoreh sejarah negeri ini.
“Bulan September adalah bulan tragedi. Melalui Festival September Hitam kita melakukan retrospeksi diri terhadap peristiwa kelam yang tak dapat dilupakan,” ujar Rahman Sabur, ketua penyelenggara sekaligus penggagas festival. Jumat (26/9/2025)
Festival ini bukan sekadar hiburan. Ia lahir dari kolaborasi seniman Bandung lintas bidang—teater, tari, musik, sastra, seni rupa—bersama komunitas Dago Elos. Mereka merapatkan barisan, membawa seni kembali pada fungsi dasarnya: menyuarakan nurani rakyat.
Seni untuk Kemanusiaan, Seni untuk Negeri
Festival September Hitam dimaknai sebagai perlawanan terhadap lupa. Seni yang dihadirkan adalah seni untuk kemanusiaan, seni untuk keadilan, dan seni untuk negeri yang dianggap “sedang sakit.”
“Semoga Festival September Hitam ini bisa memberi makna bagi kita semua,” kata Rahman.
Namun, pernyataannya tak berhenti di situ. Dengan lantang ia menuding adanya upaya rezim membungkam suara seniman melalui buzzer, proyek seni seragam, hingga rayuan program strategis nasional.
“Firaun-Firaun Indonesia harus kita lawan! Seni tidak boleh diseragamkan,” tegasnya.
Akan Jadi Agenda Tahunan
Meski baru pertama kali digelar, Festival September Hitam diharapkan dapat terus berlangsung setiap tahun. Bagi para seniman, festival ini bukan hanya peringatan tragedi, tetapi juga ruang resistensi atas represi.
Di tengah iklim kebebasan berekspresi yang kian tergerus, Festival September Hitam menjadi simbol keberanian seniman Bandung melawan lupa, melawan bungkam, dan melawan kuasa yang ingin mensterilkan seni dari kritik sosial.***






