Yogyakarta, BandungOke – Di tengah desak emisi kendaraan dan kepadatan wisata, Yogyakarta memilih jalannya sendiri dengan memilih listrik sebagai alat transportasinya.
Kamis pagi, 18 Desember 2025, di Kompleks Kepatihan, sebuah simbol kecil tapi sarat makna diserahkan yakni becak listrik. Sepuluh unit pertama, hasil program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) PT Kereta Api Indonesia (Persero), resmi menggelinding sebagai penanda pergeseran arah transportasi kota budaya itu.
KAI tidak sekadar menyerahkan alat angkut. Mereka menanam gagasan bahwa transportasi rendah emisi yang berpijak pada kearifan lokal. Becak yang jadi salah satu ikon Yogya ini tidak ditinggalkan, tetapi diperbarui.
Motor listrik menggantikan kayuhan yang kian berat oleh usia dan tuntutan ekonomi, tanpa menghapus denyut tradisi.
Direktur Utama KAI, Bobby Rasyidin, menyerahkan langsung bantuan tersebut kepada Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Kabarnya, penyaluran ini akan berlanjut secara bertahap hingga total 50 unit, menyasar pengayuh becak tradisional di kawasan Malioboro dan sekitarnya yang sudah lama jadi urat nadi pariwisata kota.
“Penyerahan becak listrik ini merupakan wujud nyata komitmen KAI dalam mendukung transportasi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, sekaligus berpihak pada kemasyarakatan,” ujar Bobby.
Ia menegaskan, inisiatif ini ditujukan untuk menekan emisi karbon, meningkatkan kesejahteraan pengemudi, dan menguatkan citra Yogyakarta sebagai destinasi wisata berwawasan lingkungan.
Di kota yang tengah menata ulang wajah Malioboro sebagai ruang publik rendah polusi, becak listrik menjadi bagian dari narasi besar: transisi menuju kota bebas karbon. Tak berisik, tak berasap, namun tetap akrab bagi wisatawan.
EVP of Corporate Secretary KAI, Raden Agus Dwinanto Budiadji, menyebut program ini sebagai perluasan peran KAI sebagai BUMN transportasi.
“Kami tidak hanya mengelola kereta, tetapi juga memastikan kontribusi sosial dan lingkungan berjalan beriringan,” katanya.
Kolaborasi dengan Pemerintah Daerah DIY, menurut Agus, menjadi kunci agar program TJSL tidak berhenti sebagai seremoni, melainkan berumur panjang.
Becak listrik ini dirancang untuk meringankan beban kerja pengemudi, sekaligus meningkatkan kenyamanan penumpang.
Dalam skala kota, langkah ini mungkin kecil. Namun dalam peta krisis iklim dan tuntutan pariwisata berkelanjutan, setiap roda tanpa emisi adalah arah yang jelas.
Yogyakarta bergerak pelan, tapi pasti. Dan KAI, lewat becak listrik, ikut mendorong kota ini menjemput masa depan tanpa meninggalkan masa lalunya.***
Editor : Deny Surya






