BandungOke – Perkumpulan Produsen E-Liquid Indonesia (PPEI) menyoroti ketimpangan dalam struktur tarif cukai rokok elektrik yang dinilai tidak adil dan berpotensi menghambat pertumbuhan industri dalam negeri, khususnya bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UKM).
Isu tersebut mencuat dalam diskusi publik bertajuk “Tarif Cukai dan Dampaknya terhadap Industri Vape Dalam Negeri” yang digelar di Bandung, Jumat malam (25/4).
Dalam forum itu, PPEI memaparkan hasil riset yang dilakukan oleh Prof. Dr. Anmad Yunani, SE, M.Si, yang menunjukkan adanya disparitas dalam kenaikan tarif cukai antara sistem rokok elektrik terbuka (open system) dan tertutup (closed system).
Menurut kajian tersebut, tarif cukai untuk sistem terbuka meningkat hingga 19,5% per mililiter, sementara sistem tertutup hanya naik sekitar 6%. PPEI menilai ketimpangan ini menimbulkan beban berat bagi produsen e-liquid lokal, terutama yang berskala kecil.
“Ketidakseimbangan tarif ini memukul pelaku usaha kecil dan berdampak langsung pada keberlangsungan industri secara keseluruhan,” ujar Ketua Umum PPEI Daniel Boy, di dampingi Wakil Ketua Umum PPEI dan Sekjen PPEI Fajar Dewantara
Daniel menuturkan, data PPEI menunjukkan bahwa jumlah produsen e-liquid aktif turun drastis dalam beberapa tahun terakhir, dari sekitar 300 menjadi hanya 170 perusahaan.
Selain berpotensi menghambat pertumbuhan industri, kondisi ini juga dikhawatirkan akan berdampak pada penerimaan negara dan serapan tenaga kerja, mengingat industri vape berperan penting dalam menciptakan lapangan kerja di sektor produksi hingga distribusi.
“Oleh karenanya, PPEI meminta pemerintah untuk mengevaluasi struktur tarif cukai yang berlaku saat ini. Kami berharap hasil riset dan diskusi ini dapat menjadi pertimbangan dalam perumusan kebijakan fiskal yang lebih adil dan mendukung pertumbuhan industri vape nasional.” pungkasnya. ***